Kamis, 19 Februari 2015

Esai Kritis OIM UI 2014

Standard
REVITALISASI BUDAYA RISET PADA INTERPROFESSIONAL HEALTH STUDENT SEBAGAI STRATEGI MAHASISWA KESEHATAN MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
           Oleh Maufiroh, Fakultas Ilmu Keperawatan UI 2012
Juara II Esai Kritis ajang Olimpiade Ilmiah Mahasiswa Universitas Indonesia Tahun 2014

         Kesehatan menjadi salah satu perhatian pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia karena merupakan kunci dari produktivitas. Pada kenyatannya,  Indonesia masih memiliki banyak permasalahan kesehatan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2011, sejumlah 1.321.451 penduduk mengalami malaria dan sebanyak 316.562 penduduk mengalami Tuberkulosis (TBC) (Badan Pusat Statistik, 2014). Indonesia juga menduduki peringkat ketiga terbanyak penderita kusta di dunia setelah Brazil dan India (WHO, 2013). Sehubungan dengan produktivitas dan kualitas sumber daya manusia, permasalahan kesehatan di Indonesia harus diselesaikan dalam menghadapi tantangan globalisasi secara global.
           Berdasarkan permasalahan kesehatan yang ada, Indonesia mulai menerapkan Interprofessional Practice and Education (IPE) di beberapa perguruan tinggi negeri. Interprofessional Practice and Education (IPE) dicetuskan oleh World Health Organization pada tahun 2006 sebagai strategi dunia untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan (WHO, 2010). Namun, perguruan tinggi yang menerapkan sistem Interprofessional Practice and Education (IPE) masih sedikit. Di Indonesia, perguruan tinggi yang telah mengadopsi sistem ini, diantaranya Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
             Dari beberapa hasil penelitian di luar negeri, sistem Interprofessional Practice and Education (IPE) menunjukan hasil yang positif terhadap pelaksanaan sistem. Penelitian yang dilakukan oleh Hood et al (2013), menunjukkan bahwa mahasiswa kesehatan memiliki sikap positif terhadap Interprofessional Practice and Education (IPE) dan semua mahasiswa bersedia untuk menjalankan pembelajaran secara profesional. Lynn et al (2014), juga menyebutkan pada penelitiannya bahwa dengan antusiasme dan dukungan, mahasiswa dapat mentransformasikan pengalaman sistem IPE untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di abad ke-21. Hal ini menunjukkan bahwa sistem Interprofessional Education menjadi sistem yang potensial untuk menciptakan Interprofessional Health Student yang dapat menyelesaikan permasalahan kesehatan di Indonesia.
       Dalam menghadapi tantangan globalisasi, disamping mengedepankan kualitas sumber daya manusia, Indonesia juga harus memperhatikan perkembangan riset dan kemajuan teknologi. Hal ini perlu dilakukan karena riset dan teknologi menunjukkan kemajuan suatu bangsa di bidang pendidikan dan teknologi. Namun, pada kenyataannya Indonesia memiliki jumlah publikasi ilmiah (bukti riset) dengan jumlah yang rendah dibandingkan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand (Scopus, 2013).
       Dari data Scopus (2013), jumlah publikasi ilmiah pada tahun 2013, Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2011 dengan jumlah 2.741 publikasi menjadi 4.175 dan menduduki peringkat ke 55. Amerika menduduki posisi pertama sebanyak 563.292, diikuti oleh China dengan jumlah publikasi 425.677, dan United Kingdom diurutan ketiga dengan jumlah 162.574 publikasi ilmiah. Sedangkan untuk beberapa negara-negara ASEAN, Malaysia menduduki peringkat 23 dunia dengan jumlah 23.190, Singapore peringkat 30 dengan jumlah 17.052, Thailand peringkat 42 dengan jumlah 11.313, dan Vietnam peringkat 58 dengan jumlah 3.443. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal jauh untuk menghadapi tantangan globalisasi dilihat dari kesiapan di bidang riset dan teknologi.
        Upaya dalam meningkatkan riset sudah dilakukan pemerintah pada sumber daya manusia strategis, yaitu mahasiswa. Melalui Undang – Undang No. 12 Tahun 2012, Pemerintah mewajibkan perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Undang Undang No. 12 tahun 2012 menyebutkan pada pasal 45 ayat (1) bahwa  penelitian di perguruan tinggi diarahkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa. Dalam hal ini, mahasiswa baik sarjana, magister, dan doktor memiliki peran penting yang diwajibkan pemerintah untuk melakukan riset dan diharapkan dapat menciptakan, menemukan, dan memberikan kontribusi bagi penerapan, pengembangan, serta pengamalan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah (UU No. 12 tahun 2012).
Gambar 1. Grafik Jumlah Publikasi Ilmiah Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Singapura Sejak 1996 – 2011 (Alam, 2013)
        Upaya revitalisasi di bidang riset tidak cukup hanya dari kebijakan pemerintah kepada perguruan tinggi, tetapi juga dilakukan revitalisasi dari perguruan tinggi terhadap mahasiswa sebagai pemegang peranan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Upaya revitalisasi yang sudah dilakukan terhadap mahasiswa, yaitu melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Tidak hanya itu, beberapa perguruan tinggi telah berupaya dengan memberikan dana hibah riset kepada mahasiswa dengan jumlah yang cukup besar. Salah satu contohnya adalah Universitas Indonesia.
            Upaya revitalisasi di bidang riset sudah cukup banyak dilakukan, namun upaya-upaya tersebut dirasa belum cukup efektif bagi mahasiswa untuk meningkatkan publikasi ilmiah dalam menghadapi persaingan secara global. Hal ini dibuktikan dari minimnya jumlah publikasi yang dihasilkan oleh beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Berdasarkan data Scopus, jumlah publikasi ilmiah yang dihasilkan oleh UI, ITB, UGM, dan IPB dalam kurun waktu 2007 – 2013 mengalami peningkatan dengan jumlah kurang dari 250 publikasi per tahun dari masing-masing perguruan tinggi (Alam, 2013). Bukti lainnya adalah terjadi penurunan jumlah publikasi ilmiah secara drastis pada tahun 2013, dengan jumlah publikasi kurang dari 100 pada masing-masing perguruan tinggi  (gambar 2).
Gambar 2. Jumlah publikasi UI, ITB, UGM, dan IPB pada tahun 2007 – 2013 (Scopus dalam Alam, 2013)

Melihat potensi pada implementasi sistem Interprofessional Practice and Education (IPE) terhadap inovasi riset dan teknologi di bidang kesehatan, kebutuhan Indonesia untuk menghadapi tantangan globalisasi di bidang riset dan teknologi serta belum efektifnya upaya revitalisasi riset yang sudah ada, maka dibutuhkan revitalisasi budaya riset pada Interprofessional Health Student sebagai strategi mahasiswa rumpun ilmu kesehatan dalam menghadapi tantangan globalisasi. Berikut adalah gagasan revitalisasi budaya riset pada Interprofessional Health Student.

1.      Pendidikan Formal Riset Interprofessional Health Student berbasis Aplikatif
Riset – riset yang diterapkan pada umumnya adalah riset sesuai bidang profesi masing – masing. Sedangkan riset pada Interprofessional Health Student (minimal terdiri dari dua bidang profesi) belum diterapkan di Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan pendidikan formal khusus riset pada Interprofessional Health Student berbasis aplikatif agar mahasiswa rumpun ilmu kesehatan dapat memahami baik secara teoritis maupun aplikatif.
Pada umumnya, pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan formal riset ini sama seperti pembelajaran metode penelitian. Namun, terdapat perbedaan antara pembelajaran metode penelitian dengan riset Interprofessional Health Student, yaitu dari segi aplikatifnya pembelajaran. Setelah mendapatkan pengetahuan tentang penelitian, mahasiswa langsung mengimplementasikan dari ilmu pengetahuan yang didapat. Berikut tahap – tahap pelaksanaan pendidikan formal riset Interprofessional Health Student berbasis aplikatif.

1)      Pra-Orientasi Pembelajaran
Tahap pra-orientasi pembelajaran ditekankan kepada pendidik, yaitu dosen pengajar. Sebelum melakukan tahap orientasi kepada mahasiswa, dosen melakukan orientasi terlebih dahulu terkait modul pembelajaran riset Interprofessional Student berbasis aplikatif. Pada tahap ini juga sebagai tahap assessment pada daerah yang akan dilakukan penelitian sebagai pilot project dari pembelajaran ini. Hasil assessment tersebut akan di presentasikan saat orientasi pembelajaran kepada mahasiswa untuk memberi gambaran terkait kondisi masalah di daerah pilot project tersebut.

2)      Orientasi Pembelajaran
Pada tahap ini, pendidik memberikan orientasi pembelajaran kepada mahasiswa rumpun ilmu kesehatan tentang proses pembelajaran yang akan di jalani selama satu semester. Selain itu, mahasiswa diberikan gambaran kondisi daerah pilot project yang akan dilakukan pada tahap implementasi nanti.

3)Materi Proposal Penelitian (review)
Pemberian materi proposal penelitian guna melakukan review terhadap materi metode penelitian dan menyamakan persepsi seluruh mahasiswa rumpun ilmu kesehatan terkait pembuatan proposal penelitian.

4) Pembuatan proposal kelompok
Setelah mendapatkan materi pembuatan proposal penelitian, tahap ini merupakan tahap implementasi dari materi yang telah diberikan. Kemudian mahasiswa membentuk kelompok proposal yang terdiri dari minimal dua bidang profesi dengan jumlah anggota kelompok sebanyak lima orang.

5) Seminar proposal kelompok
Tahap selanjutnya adalah seminar proposal kelompok. Tahap ini dilakukan setelah kelompok Interprofessional Health Student membuat proposal penelitian. Tujuannya adalah sebagai monitoring dan evaluasi hasil proposal penelitian kelompok oleh fasiliator kelas untuk di revisi kembali sebelum melaksanakan penelitian.

6) Tahap implementasi penelitian
Setelah proposal kelompok sudah disetujui oleh fasilitator kelas, semua mahasiswa melakukan tahap implementasi, yaitu pengambilan data penelitian di daerah pilot project yang telah di tentukan sebelumnya.

7) Materi dan pelatihan penulisan jurnal
Tahap berikutnya adalah pemberian materi dan pelatihan penulisan jurnal penelitian. Pendidik memberikan materi singkat terkait penulisan jurnal kemudian memberikan pelatihan proses/cara penulisan jurnal penelitian yang baik dan ilmiah.

8) Tahap Implementasi penulisan jurnal
Mahasiswa dituntut untuk mampu mengimplementasikan dari pengetahuan sebelumnya. Secara berkelompok, mahasiswa membuat jurnal penelitian dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

 9) Evaluasi
Tahap terakhir adalah monitoring dan evaluasi. Setelah pembelajaran selesai, mahasiswa memberikan evaluasi terhadap pembelajaran untuk perkembangan dan penyempurnaan pelaksanaan sistem pembelajaran.

Berikut adalah skema implementasi pendidikan formal riset pada Interprofessional Health Student berbasis aplikatif.

Gambar 3. Skema Pendidikan Formal Riset pada Interprofessional Health Student Berbasis Aplikatif.
Hasil keluaran dari gagasan ini adalah berupa fisik dan non-fisik. Hasil keluaran fisik gagasan ini berupa proposal penelitian dan jurnal penelitian. Jurnal penelitian ini dapat digunakan untuk mengikuti kompetisi ilmiah yang berbasis penelitian seperti Call for Paper, Conference, PKM-AI, dan sebagainya.

2.      Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Penelitian Mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan

Unit Kegiatan Mahasiswa Penelitian khusus mahasiswa rumpun ilmu kesehatan menjadi sebuah gagasan lanjutan dari gagasan sebelumnya. Gagasan ini bertujuan sebagai wadah Interprofessional Health Student untuk melakukan penelitian diluar pendidikan formal. UKM ini menjadi sebuah organisasi untuk meningkatkan budaya riset pada Interprofessional Health Student. Penelitian yang dapat dilakukan oleh mahasiswa pada UKM ini terbagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan lingkup daerah penelitian, yaitu penelitian tingkat universitas, daerah lokal universitas, dan luar daerah universitas.

Tahap implementasi pada UKM ini hampir serupa dengan implementasi pada pendidikan formal riset Interprofessional Health Student berbasis aplikatif. Hanya saja terdapat perbedaan pada tahap awal dan akhir. Pada tahap awal implementasi, yaitu adanya kajian penelitian sebagai pengetahuan terkait penelitian kepada anggota organisasi dan pembentukan kepanitiaan untuk mengurus pelaksanaan kegiatan. Sedangkan perbedaan pada tahap akhir, yaitu dapat melakukan pengabdian masyarakat di bidang kesehatan sesuai kebutuhan masyarakat dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Berikut skema tahap implementasi gagasan UKM Penelitian Mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan.

Gambar 4. Skema Implementasi UKM Penelitian Mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan

3.      Perpustakaan Riset Digital Mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan

Gagasan ini  dilatarbelakangi oleh keluhan beberapa mahasiswa yang sulit mencari sumber literatur pada proses pembuatan proposal penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Mujiyah dkk (2001) dalam Januarti (2009) menemukan bahwa kendala terbesar yang dihadapi mahasiswa dalam membuat skripsi adalah pada buku – buku sumber me;iputi kurangnya buku – buku referensi yang focus terhadap permasalahan penelitian, dengan persentasi sebesar 53,3%. Terlebih lagi, tidak ditemukan data jumlah publikasi penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa di Indonesia.

Perpustakaan riset digital mahasiswa rumpun ilmu kesehatan dibentuk untuk menampung seluruh jurnal penelitian mahasiswa rumpun ilmu kesehatan yang telah terseleksi. Hal ini akan menjadi akses literatur untuk perkembangan penelitian selanjutnya dan juga sebagai referensi penelitian. Perpustakaan ini didesain dalam bentuk digital supaya seluruh mahasiswa di Indonesia, khususnya kesehatan dapat melakukan akses terhadap jurnal-jurnal penelitian yang ada. Berikut adalah skema implementasi gagasan perpustakaan digital riset mahasiswa rumpun ilmu kesehatan.

Gambar 5. Skema Implementasi Perpustakaan Riset Digital Mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan

Gagasan revitalisasi budaya riset pada Interprofessional Health Student (Mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan) diharapkan mampu menjadi program yang dapat diimplementasikan pada perguruan tinggi di Indonesia pada khususnya, dan di Indonesia pada umumnya. Hasil luaran yang diberikan melalui gagasan revitalisasi budaya riset pada Interprofessional Health Student diharapkan mampu meningkatkan kualitas tenaga kesehatan Indonesia serta meningkatkan publikasi ilmiah Indonesia. Dengan begitu, peran mahasiswa dapat dioptimalisasi sebagai strategi dalam menghadapi tantangan globalisasi.

Kondisi yang diharapkan agar gagasan revitalisasi budaya riset dapat berjalan dengan baik  antara lain, perguruan tinggi dapat membuat regulasi terkait pengadaan pendidikan formal riset kolaborasi kesehatan serta menyediakan fasilitas yang memadai untuk mahasiswa rumpun ilmu kesehatan dalam melakukan riset agar budaya riset tetap terbangun dan DIKTI beserta LPDP dapat bekerja sama dalam pelaksanaan program guna mendukung dana riset agar perkembangan riset dan kemajuan teknologi Indonesia dapat meningkat dan mampu bersaing secara global.

DAFTAR PUSTAKA
Alam, Bachtiar. (2013, Oktober). Strategi dan Kinerja Riset Perguruan Tinggi: Pengalaman Universitas Indonesia. DRPM Gazette, 06(4), 6-7.
Badan Pusat Statistik. (2014). Number of Disease Cases by Province and Type of Disease. www.bps.go.id/eng/tab_sub/print.php?id_subyek=30&notab=47 diakses pada 18 September 2014
Hood, Kerry., Robyn Cant, Julie Baulch, Alana Gilbee, Michelle Leech, Amanda Anderson, dan Kate Davies. (2013). Prior experience of interprofessional learning enhances undergraduate nursing and health students’  professional identity and attitudes to teamwork. Nursing Education in practice. Elsevier Mosby Inc.14, 117-122
Januarti, R. (2009). Hubungan antara Persepsi terhadap Dosen Pembimbing dengan Tingkat Stress dalam Menulis Skripsi. [Skripsi]. Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Scopus. (2013). http://www.scimagojr.com/countryrank.php?area=0&category=0&region=all&year=2013&order=it&min=0&min_type=it diakses pada 17 September 2014
Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/17624/UU0122012_Full.pdf diakses pada 19 September 2014
VanderWielen, Lynn M. et al. (2014). Interprofessional Collaboration Led by Health Professional Students: A Case Study of the Inter Health Professionals Alliance at Virginia Commonwealth University. Journal of Research in Interprofessional Practice and Education.
World Health Organization. (2010). Framework for Action on Interprofessional Educaion & Collaborative Practice. Geneva, WHO Press.

World Health Organization. (2013). Weekly Epidemiological Record. 88(35), 365-380. Diakses dari http://www.who.int/wer

Minggu, 08 Februari 2015

Sudahkah Saya Merdeka?

Standard

Merdeka, Saya ingin sekali mengulas satu kata tersebut. 

Sebenarnya, kata 'merdeka' ini terlintas ketika saya memerhatikan seorang pemudi dan ibunya di dalam kereta Commuterline Tanah Abang-Serpong. Kalau saya taksir, pemudi tersebut sekitar usia 16-17 tahun dengan perawakan yang cukup gemuk dan menggunakan pakaian tertutup serta jilbab hitam. Pemudi ini duduk disamping ibunya. Sedangkan saya berdiri menggantungkan tangan kanan pada pegangan kereta untuk mencegah ketidakseimbangan posisi akibat laju kereta yang begitu cepat, di depan mereka.

Hal yang membuat tatapan saya lebih lama kepada pemudi tersebut adalah raut wajah serta cara pandangnya. Setiap orang memang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Saya juga paham kalau kita tidak bisa menilai orang dari luarnya saja. Tapi, raut wajah yang saya lihat kini berbeda. Raut wajahnya menampakkan kesedihan. Saat itu tatapannya menunduk, bahkan dengan Ibunya sendiri. 

Kala itu, pemudi itu sedang asyik dengan tab-nya dan menunduk. Kemudian, Ibunya mencoba untuk meraih tab yang dipegangnya. Namun, pemudi tersebut mengelak. Kalau saya terjemahkan, mungkin dia berkata "Sebentar Ma, lagi seru.", dalam hatinya. Faktanya, pemudi itu tidak berkata sepatah kata apapun. Hanya menghindar. Berkali-kali Ibunya mencoba untuk meraih tab-nya, namun pemudi itu memberi isyarat untuk tidak mengambil tab dari genggamannya. Saya melihat tatapan Ibu terhadap pemudi, terlihat mengancam. Namun, pandangan pemudi itu ke bawah, sehingga tidak melihat sorotan mata ibunya. Saya yang melihatnya. Hingga akhirnya pemudi itu menyerah. Menyerahkan tab yang dipegangnya kepada Ibunya. Saya melihat lekuk bibirnya semakin merunduk (re: manyun). Gerakan pipi dan sekitar wajah yang dapat saya perhatikan bergerak menampakkan kesedihan. Entah kenapa, saya menafsirkan rasa sedih yang ditampakkan begitu dalam dari pemudi tersebut.

Kereta yang saya tumpangi akhirnya sampai di stasiun Kebayoran. Saya meninggalkan pemudi dan Ibu yang ada dihadapan saya dan menuju pintu keluar kereta Commuterline sambil merenungi peristiwa tersebut. Hingga kata "kebebasan" terlintas dipikiran saya, kemudian muncul kata "merdeka".

Kalau menilik dari KBBI, merdeka memiliki arti 1. bebas dari perhambaan, penjajahan, dsb; berdiri sendiri. 2. tidak terkena atau lepas dari tuntutan; 3. tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa.

Jelas sekali makna merdeka dari KBBI tersebut. Jika melihat kasus yang saya ceritakan, sudahkah pemudi itu merdeka? Sayapun tidak tahu. Namun banyak sekali fenomena-fenomena yang menunjukkan ke-tidak-merdeka-an di sekeliling saya. Banyak di lingkungan saya yang memiliki suatu grup yang biasa disebut dengan "geng", entah itu di SD, SMP, SMA, bahkan Universitas. Tak jarang sekali, saya merasa bahwa banyak diantara mereka yang belum merdeka. Kenapa? Karena saya melihat raut wajah itu palsu. Kesenangan didapat hanya semu. Menurut saya, kasus tersebut sangat melekat sekali namun banyak yang tidak sadar.

Merdeka juga didapatkan dari diri sendiri. Kalau menurut Bung Karno, “Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” (Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno). Sama halnya dengan diri kita sendiri. Ketika kita tidak percaya pada diri sendiri, artinya diri kita terbelenggu. Contoh hal kecil kemerdekaan diri sendiri adalah berani melawan ketakutan dari diri sendiri. Kalau saya, dulu pernah tidak merdeka untuk mengungkapkan pendapat. Kini, saya telah bermetamorfosis hingga rasa belenggu itu mulai pudar. 

Indonesia memang sudah merdeka. Namun, merdeka yang seperti apa? Hakikikah kemerdekaan itu? Banyak sekali fenomena-fenomena belenggu kemerdekaan dari mulai yang paling jelas terlihat hingga samar-samar. Sudahkah saya merdeka? Pertanyaan refleksi yang wajib diupdate. Semoga saya dan semua yang membaca merasa merdeka secara hakiki, serta dapat memerdekakan banyak orang. Karena.................................
“Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri”  Pramoedya Ananta Toer